Kesulitan Pembelajaran Puisi di Kelas

Minggu, 10 April 2011
Dalam usaha mengajarkan puisi/sastra di kelas, dijumpai dua macam hambatan yang cukup mengganggu. Hambatan-hambatan itu adalah:
Adanya anggapan sementara orang yang berpendapat bahwa secara praktis puisi sudah tidak ada gunanya lagi. Anak-anak yang pandai dengan kesadaran yang penuh umumnya berusaha untuk menjadi ahli ekonomi atau pun teknik. Sebaliknya mereka beranggapan bahwa sastra (terutama puisi) hanya berkenaan dengan pengolahan kata-kata.
Pandangan yang disertai dengan prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada ‘pengalaman pahit’. Pandangan ini sangat mungkin berasal dari para siswa yang berusaha memahami atau menikmati puisi terkenal yang ditulis oleh para penyair terkenal yang sering menggunakan simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu yang membingungkan.

Contoh:


Ketika itu angin telah mati dan dingin akan lalu
Ketika itu kumandang hilang dalam diriku
Tetapi mengapa kita bisa menerkanya, seketika
Bahwa kasih turun merendah, dan kita hanya gema

(Gunawan Mohamad)


Sepintas puisi tersebut memang kata-katanya sederhana tetapi dirangkaikan dalam konteks yang tak terduga, acuan yang kabur, ungkapan yang asing, bahkan nampak sebagai pernyataan yang kosong, atau kalimat yang disusun balik. Ini semua menambah penjelasan bahwa puisi semakin sulit untuk dipahami. Di samping itu puisi sendiri memang cukup pelik dan kaya akan jenis dan maknanya. Sebut saja misalnya: puisi-puisi lirik, epik, naratif, dan puisi-puisi satirik yang kesemuanya itu menggunakan teknik pengungkapan beraneka ragam: metafisika, impresionisti, simbolis, imajis, hiperbola, dll.

Sumber kesulitan dalam pengajaran puisi terkadang berasal dari sifat dasar puisi itu sendiri. Namun, untuk keperluan pengajaran puisi banyak pula ditemukan puisi yang sangat mengesankan dan cukup mudah untuk dinikmati dan dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya. Puisi-puisi jenis naratif dan dramatik (balada) nampaknya cukup mengesankan dan lebih mudah untuk dipahami bagi pemula. Misalnya, balada panjang karangan Rendra berjudul ‘Balada Terbunuhnya Atmo Karpo’ atau juga balada karya Ajp Rosdidi yang berjudul ‘Jante Arkidam’ yang sangat heroik dan dramatik. Kedua puisi tersebut selain digemari siswa untuk lomba deklamasi juga menarik untuk dipakai sebagai bahan pemahaman puisi.

Setelah kita memilih puisi-puisi yang memenuhi kriteria pokok, kita hendaknya juga menyadari bahwa puisi-puisi yang terpilih itu masih mempunyai ciri-ciri lain yang lebih khusus. Bagaimanapun, puisi merupakan bentuk karya sastra dengan bahasa yang terpilih dan tersusun dengan perhatian penuh dan keterampilan khusus. Dalam beberapa hal, puisi merupakan bahasa yang padat dan penuh arti. Jadi apabila bahasa dan pokok persoalan dalam puisi itu mempunyai keselarasan, niscaya siswa akan merasa dirinya menghadapi sesuatu yang mengesan dan memerlukan perhatian khusus dalam praktek belajar bahasa. Keuntungan lebih lanjut adalah bahwa puisi dapat membantu pembinaan seni berbicara untuk siswa, mengingat puisi disusun berdasarkan referensi bentuk-bentuk bahasa lisan.

Guru hendaknya memilih bahan berdasarkan tingkat kemampuan siswa-siswa, dan hendaknya selalu ingat tidak ada unsur-unsur magis yang melekat pada nama-nama penyair terkenal atau mempunyai reputasi yang mantap. Jelas, nama-nama penyair itu tidak selalu dapat menjamin ketepatan puisi-puisi bagi siswa. Sebenarnya banyak buku kumpulan puisi yang cocok untuk siswa sekolah menengah yang telah diterbitkan. Akan tetapi, guru diharapkan memiliki koleksi puisi-puisi yang terbukti sukses diajarkan pada siswa-siswanya.

Hal yang terpenting dalam pengajaran puisi di kelas adalah menjaga agar suasana tetap santai. Puisi yang kita bahasa bukan ayat-ayat kitab suci; tak berbeda dengan bentuk-bentuk sastra lain yang menyampaikan pesan dengan bantuan kata-kata. Kata-kata itu memang kadang-kadang mengandung berbagai arti dan disusun dengan pola ketatabahasaan yang khusus agar lebih indah, padat dan bermakna dalam.

Dalam mengajak para siswa untuk memahami dan menikmati puisi hendaknya para guru tidak terlalu tergesa-gesa membebani para siswa dengan istilah-istilah teknis seperti gaya bahasa metafora, hiperbola, personifikasi, dan sebagainya. Istilah-istilah hanya akan dihafalkan dan malahan akan melelahkan ingatan.

Di bawah ini akan diungkapkan kerangka penyajian umum pengajaran puisi:
Pelacakan pendahuluan

Sebelum menyajikan puisi di depan kelas, guru perlu mempelajari terlebih dahulu untuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikannya sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk dapat menentukan strategi yang tepat, menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan meneliti fakta-fakta yang masih perlu dijelaskan.
Penentuan sikap praktis

Puisi yang akan disajikan di depan kelas hendaklah diusahakan tidak terlalu panjang agar dapat dibahas sampai selesai dalam setiap pertemuan. Hendaklah pula ditentukan lebih dahulu informasi apa yang seharusnya dapat diberikan oleh guru sastra untuk mempermudah siswa memahami puisi yang disajikan. Keterangan awal yang diberikan harus jelas dan seperlunya, karena keterangan ini dapat membingungkan siswa bila diberikan secara berlebihan. Guru juga perlu menentukan kapan teks puisi harus dibagikan.
Introduksi

Faktor yang mempengaruhi penyajian pengantar ini termasuk situasi dan kondisi pada saat materi disajikan. Pengantar ini akan sangat tergantung pada setiap individu guru, keadaan siswa dan juga karakteristik puisi yang akan diberikan.
Penyajian

Puisi pada dasarnya adalah bentuk sastra lisan. Maka biasanya siswa akan merasa lebih mudah mengenal puisi untuk pertama kalinya dengan mendengarkan guru membacakannya daripada membacanya sendiri. Rekaman pembacaan puisi oleh sastrawan-sastrawan terkenal dan pembaca professional hanya perlu diperdengarkan di kelas sebagai tambahan untuk menarik minat siswa setelah puisi itu dipelajari. Bagaimanapun, guru hendaknya menganggap dirinya sebagai seorang profesional di depan siswa-siswanya.

Hal ini secara psikologis penting agar siswa dapat lebih meyakini apa yang diungkapkan oleh guru daripada yang diungkapkan orang lain. Apabila ingin menggunakan rekaman, guru dapat merekam suaranya sendirikemudian diperdengarkan di kelas. Cara ini biasanya lebih behasil dan guru lebih leluasa mengamati reaksi siswa-siswanya. Jika puisi yang disajikan sulit ditangkap isinya dengan hanya selai didengar, guru dapat membacakannya dua atau tiga kali sehingga berbagai unsur yang terkandung di dalamnya menjadi lebih jelas.
Diskusi

Urutan masalah yang dibahas dalam diskusi kelas ini akan banyak dipengaruhi oleh imajinasi guru, kekhususan puisi yang dipilih dan tanggapan siswa di kelas. Secaa umum urutan diskusi dan jawaban yang diperbincangkan dapat mengikuti pola sebagai berikut:

Umum (kesan awal) --> Khusus (rinci) --> Umum (kesimpulan)

Masalah-masalah umum yang pertama-tama perlu didiskusikan antara lain meliputi: Siapa tokoh yang bicara dalam puisi itu? Untuk siapa pesan itu diungkapkan? Bagaimana situasinya? Apa yang dilakukan si tokoh? Apa yang dipikirkannya? Bagaimana perasaan tokoh itu?

Apabila siswa pada umunya telah mampu memahami ide (pemikiran) global dalam puisi yang disajikan, diskusi dapat beralih ke hal-hal yang lebih rinci dan pemerian ini harus ada hubungannya dengan pemikiran global. Hal-hal rinci yang perlu didiskusikan antara lain:

a. Dari sudut sintaksis

( misalnya: Apakah si aku lirik benar-benar pergi atau hanya kemungkinan saja? Kapan? Dalam situasi apa? Apa alasannya?)
b. Dari sudut aspek penyusunan puisi 
( Misalnya: Bagaimana pengembangan ide dalam puisi itu? Kapan dan bagaimana penyair mengubah perasaan/ pemikirannya? Di mana klimaks puisi tersebut?)
c. Gaya bahasa yang dipergunakan puisi tersebut
( Misalnya: Apa dibandingkan dengan apa? Bagaimana bentuk perbandingannya?
d. Penyingkapan arti kias
Pada tahap-tahap khusus ini, sering dijumpai penyimpangan-penyimpangan pemikiran para siswa. Bagi guru yang baik, penyimpangan-penyimpangan itu dapat diarahkan sehingga sesuai dengan pemikiran global meski secara keseluruhan akan terdiri dari banyak hal yang lebih rinci.


Setelah pembahasan hal-hal yang lebih rinci dipadukan menjadi suatu kesatuan, kemudian diskusi dapat diarahkan ke kesimpulan yang mengandung unsur-unsur penilaian, misalnya: Mengapa penyair memilih pokok permasalahan ini? Apakah orang lain juga merasakan, memikirkan atau mengalami hal yang sama seperti yang diungkapkan penyair? Bagaimana masalah moral yang diungkapkan penyair ini dapat terjadi dalam lingkungan siswa? Bagaimana pengaruh puisi ini terhadap diri siswa? Apakah puisi ini mengingatkan siswa pada puisi, cerita, atau pengalaman hidup yang lain?
Salah satu bahaya yang harus dihindari dalam diskusi adalah pembahasan-pembahasan berdasarkan alasan yang tidak ada relevansinya dengan pokok masalah puisi yang dibahas. Misalnya siswa malah membahas striktur kalimat dan bukan makna kalimat. Membahas segi ketatabahasaan untuk memahami puisi boleh saja, tetapi tidak benar apabila sampai tata bahasa tanpa memperhatikan makna.
Pengukuhan
Tidak semua puisi cocok untuk latihan lanjutan di luar kelas. Latihan lanjutan untuk pengukuhan ini dapat berupa aktivitas-aktivitas lisan dan tertulis di luar kelas atau sebagai pekerjaan rumah.
Lisan
Sedapat mungkin diusahakan agar siswa mendapat kesempatan untuk membaca puisi itu sehingga benar-benar merasakan kualitas puisi itu. Dalam latihan membaca lisan ini, guru hendaknya mengarahkan siswa agar benar-benar memperlihatkan segi kebahasaan, intonasi, gerak dan perasaan yang terkandung dalam puisi. Sekadar untuk meningkatkan minat membaca lisan, guru dapat merekam suara beberapa siswa untuk didengar bersama-sama. Teknik hafalan hendaknya tidak dijadikan aktivitas rutin dan setiap siswa yang mendapat tugas hafalan harus dapat merasakan pentingnya puisi itu untuk dihafal bagi dirinya. Untuk menarik minat siswa agar menghafal, buatlah lomba siswa akan lebih merasa dihargai jika ada penilaian.
Tertulis
Puisi dapat dihubungkan dengan berbagai aktivitas tulis-menulis. Latihan menulis semacam ini akan lebih berarti lagi jika dapat diarahkan untuk membuat kumpulan puisi dan bentuk-bentuk tulisan yang disertai minat , seperti: menyusun buku, membuat ilustrasi, membuat kaligrafi, dsb. Puisi pun dapat ditulis dalam bentuk-bentuk karangan lain untuk merangsang imajinasi siswa dalam pembinaan ketrampilan menulis narasi atau deskripsi yang dikembangkan berdasarkan tokoh, episode atau memparafrasekan puisi lewat kata-kata sendiri.
Contoh Pengajarannya
Contoh 1
SURAT DARI IBU
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angina masih angina buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau

Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tian akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman,
Boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
Kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari”
1.Pelacakan pendahuluan
(Guru berkata pada dirinya sendiri). Apa arti kata surat dalam puisi ini? Sesuatu yang ada hubungannya dengan cinta? Ya. Tetapi cinta yang bagaimana? Cinta macam apa? Khayalan cinta seorang anak menjelang remaja? Pasti bukan! Cinta seorang ibu terhadap anaknya. Bahasa begitu sederhana dan susunan kalimatnya tidak begitu sulit. Ungkapan-ungkapannya pun jelas.
2. Penentuan sikap praktis
Puisi tersebut tidak begitu panjang. Bahasanya sederhana. Tigkat kesukaran puisinya sebanding dengan tingkat kematangan intelektual dan emosional siswa sekolah menengah. Masalah yang dikemukakan juga erat hubungannya dengan dunia siswa. Apalagi para siswa yang merantau, jauh dari orang tuatema yang dikemukakan sajak tersebut di atas memang kena di hati.
3.Introduksi
Guru membuka pelajaran dengan ekspresi yang tepat
Guru membaca judul puisi, lalu berhenti. Berikan pengantar tentang makna surat dalam puisi itu
Guru membaca ‘Surat dari Ibu’ dan siswa mendengarkan
4.Penyajian
Setelah guru selesai membaca puisi, mungkin sekali ada bebrapa orang siswa yang sudah dapat menangkap masalah dalam puisi itu. Lalu perlu diingatkan bahwa pada tahap ini tugas siswa hanya mendengarkan. Diskusi dan pertanyaan akan diberi kesempatan. Setelah selesai siswa diijinkan untuk mencatat atau membuka buku yang ada eks puisi tersebut. Pembacaan dapat diulang jika diperlukan.
5.Diskusi
Diskusi di kelas dapat dipandu dengan membahas beberapa buah pertanyaan seperti berikut ini:
   1. Siapakah yang berbicara dalam puisi tersebut?
   2. Apakah dia berbicara pada orang lain atau pada dirinya sendiri?
   3. Untuk siapakah pesan sajak itu diungkapkan?
   4. hal-hal apakah yang diminta dilakukan oleh tokoh ‘anakku’?
   5. Bagaimana kira-kira perasaan tokoh ‘ibu’ dalam sajak tersebut?
   6. Di mana letak klimaks sajak tersebut?
   7. Apakah yang dimaksud ‘duania luas’, ‘laut lepas’?
   8. Apakah yang dimaksud ‘selama angina masih angina buritan’, dan ‘warna senja belum kemerah-merahan’?
   9. ‘… nakhoda sudah tahu pedoman’ apa pula maksudnya?
  10. Apa arti kias ‘siang hari belum petang’?
  11. Menurut kalian bagaimana sikap ibu terhadap anaknya? Mengapa ia bersifat demikian?
  12. Apa kira-kira arti ‘kita akan bercerita tentang cinta dan hidupmu pagi hari’?
  13. Mengapa sajak ini diberi judul ‘ Surat dari Ibu’?
  14. Apakah ada di antara kalian yang pernah menerima surat semacam ini? Bagaimana pendapat kalian?
6. Pengukuhan
Sajak tersebut cukup baik untuk diajarkan karena selain bahasnya sederhana, nilai moral yang terkandung di dalamnya cukup mengesankan. Rima dan iramanya cukup terjaga sehingga menjelmakan kemerduan dan keindahan jika dibaca dengan penuh perasaan. sebagai haban pengukuhan sajak tersebut dapat dipakai sebagai hafalan dalam bentuk deklamasi.

Untuk memperoleh pemahaman yang agak mendalam, siswa perlu diberi informasi gambaran singkat tentang adapt-istiadat budaya masyarakat perantauan, misalnya masyarakat Minangkabau yang gemar merantau di waktu mudanya (ini sesuai dengan latar belakang budaya pengarangnya yaitu Asrul ani yang lahir di Rao, Sumatra Barat) berdasarkan ini siswa dapat diberi tugas untuk mengubah bentuk sajak tersebut menjadi deskripsi imajinatif dalam bentuk prosa.

Untuk memperluas wawasan siswa, perlu pula diberikan acuan sajak-sajak lain yang mempunyai hubungan tematis dengan sajak ‘Surat dari Ibu’, misalnya: ‘ Surat Cinta’ karya Rendra dan ‘ Surat kepada Bunda: tentang calon menantunya’ karangan Rendra juga.

Contoh 2:
ORANG TUA DAN PEMAIN GITAR

Memberi jiwa pada tali-tali gitar
kesepuluh jari-jarinya berbulu
bagai udara dalam sumur bergetar
simpanan pekik nestapa rindu
Mata seorag kakek direbutnya
tertenung di depan dan bulan adalah tungku
bulan punya siapa,
jantung mereka atau waktu?

Pada getar tertinggi dan terakhir
napas langit atas air
apa lagi yang bisa tersisa
kecuali pertukaran mata mereka?!

--- Lagu itu tentang putri naik kuda
dan hati jejaka bagai padang belantara
bagaimana masuk di telinga bapak?

--- tidak tergelr di telapak tangan
Tak ada yang kugenggam, tak ada yang kutahu.
bagiku: lagu itu elah membunuh waktu
dengan cara yang menyenangkan
 (Empat Kumpulan Sajak, hal. 148)

1. Pelacakan Pendahuluan
(Renungan sehabis membaca sajak tersebut dalam hati)

Ada gitar. Ada pemain gitar. Ada pula orang tua. Kontras. Apa pula yang ingi dilukiskan dalam sajak Rendra yang singkat tetap penuh asonansi dan aliterasi ini? Enak dibaca. Merdu dan teatral nampaknya. Memberi jiwa pada tali-tali gitar. Mata seorang kakk direbutnya. Lagu tentang putri naik kuda. Lalu hati jejaka bagai padang belantara. Bagaimana mauk di telinga bapak? Dan apa jawab si orang tua itu? Bagiku lagu itu telah membunuh waktu dengan cara yang menyenangkan. Betul-betul kontras. Nampaknya penyair ini sedang merenungi situasi-situasi yang ganjil yang dijumpainya. Situasi yang makin banyak dijumpai dalam abad teknologi ini.

2. Penentuan Sikap Praktis
Untuk memahami sajak tersebut barangkali butuh pemahaman latar belakang yang agak luas. Dan untuk lebih mendalami dalam pemahaman dan penikmatan ada baiknya diberi suasana musik. Puisi dibaca di tengah-tengah kehingar-bingaran musik band.

3. Introduksi
(Diungkapkan di depan kelas dengan ekspesi yang tepat)

4. Penyajian
Suara drum pelan-pelan seakan-akan terdengar dari kejauhan dan makin lama makin jelas terpadu dalam instrumental yang hingar-bingar. Irama ini hanya berlangsung sejenak, kemudian pelahan-lahan menghilang dan diikuti dengan pembacaan bait pertama. Bunyi drum mulai kedengaran lamat-lamat lalu pembacaan bait 2 dilanjutkan. Sedangkan pada bait ke 3 ditingkah suara drum yang makin lama makin mengeras, dan behenti pada akhir bait 3. Sebelum melangkah ke bait 4, irama yang terdengar ganti lembut, dengan dentingan piano misalnya. Menghilangkan suara piano yang terdengar suara pembacaan sajak bait terakhir. Begitu bait terakhir tamat, diperdengarkan lagi hentakan drum. Lalu tegang.

5. Diskusi
Musiknya tidak harus musik jazz, tetapi dapat juga diganti dengan gamelan misalnya. Sekarang ita coba menikmati sajak karangan Rendra tersebut tanpa iringan musik. Dengarkanlah, apakah kesannya berbeda.
Menurut kalian, sajak tersebut dikemukakan oleh penyairnya secara dalog atau moolog? Siapa tokoh yang dikemukakan sajak tersebut? Apa pekerjaan orng tua dalam sajak tersebut kira-kira? Mengapa demikian? Dapatkah kalian memberikan alasannya?
Di mana letak klimaks sajak tersebut? Ada kekontrasan yang tercermin lewat sajak tersebut, kekotrasan antara siapa dengan siapa? Di mana letak kekontrasannya? Dapatkah kalian menunjukkan buktinya? Apa kira-kira isi lagu yang didendangkan ole pemain gitar tersebut? Carila buktinya lewat kutipan larik-larik dalam sajak tersebut.
Dapatka kalian mencari apa tema sajak tersebut? Apa alasannya? Adakah di antara kalian yang pernah menyaksikan peristiwa seperti yang diungkapkan lewat sajak tersebut? Bagaimana pendapat kalian?

6. Pengukuhan
Secara lisan dapat dipergunakan cara agar siswa mencari iringan musik yang tepat untuk mengiringi pembacaan sajak tersebut. Para siswa diberi kebebasan untuk memakai musik tradisional sebagai iringan. Di samping itu juga dapat ditempuh agar siswa secara individual mengungkapkan arti sajak tersebut dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk prosa cerita. Dapat juga didramatisasikan di depan kelas.

0 komentar:

Posting Komentar